A. Sejarah, Pengertian dan Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
Sosiologi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang relatif baru,
berkembang di awal abad 20 dan mengalami hambatan dalam perkembangannya,
karena dianggap dapat dipelajari atau merupakan salah satu sub dalam
pembahasan sosiologi.
1. Sejarah Sosiologi Pendidikan
Kata atau istilah ”sosiologi” pertama-tama muncul dalam salah satu jilid
karya tulis Auguste Comte (1978 – 1857) yaitu di dalam tulisannya yang
berjudul ”Cours de philosophie Positive.” Oleh Comte, istilah sosiologi
tersebut disarankan sebagai nama dari suatu disiplin yang mempelajari
”masyarakat” secara ilmiah. Dalam hubungan ini, ia begitu yakin bahwa
dunia sosial juga ”berjalan mengikuti hukum-hukum tertentu” sebagaimana
halnya dunia fisik atau dunia alam. (Faisal dan Yasik, tt:11)
Berdasarkan hal diatas, kita tahu bahwa Comte menyakini dunia sosial
juga dipelajari dengan metode yang sama sebagaimana digunakan untuk
mempelajari dunia fisik atau kealaman.
Dan bidang kajian sosiologi pendidikan sendiri, berangkat dari
keinginan para sosiologi untuk meyumbangkan pemikirannya bagi pemecahan
masalah pendidikan. Dalam pandangan mereka, pada saat itu sosiologi
pendidikan diasosiakan dengan konsep ”Educational Sociology.”
Dalam perkembangannya, pada tahun 1914 sebanyak 16 lembaga pendidikan
menyajikan mata kuliah ”Educational Sociology” pada periode berikutnya,
muncul berbagai buku yang memuat bahasan mengenai ”Educational
Sociology,” termasuk juga berbagai konsep tentang hubungan antara
sosiologi dengan pendidikan.
Selama puluhan tahun pertama, perkembangan sosiologi pendidikan berjalan
lamban. Perkembangan signifikan sosiologi pendidikan ditandai dengan
diangkatnya Sir Fred Clarke sebagai Direktur Pendidikan Tinggi
Kependidikan di London pada tahun 1937. Clarke menganggap sosiologi
mampu menyumbangkan pemikiran bagi bidang pendidikan.
Sehubungan dengan penamaan sosiologi pendidikan, terdapat perdebatan
yang cukup tajam tentang penggunaan istilah-istilah yang digunakan
antara lain sociological approach to education, educational sociology of
education, atau the foundation. Pada akhirnya dipilih istilah sociology
of education dengan tekanan dan wilayah tekanannya pada proses
sosiologis yang berlangsung dalam lembaga pendidikan.
Adapun perkembangan sosiologi di Indonesia diawali hanya sebagai ilmu
pembantu belaka, namun seiring timbulnya perguruan tinggi dana kesadaran
bahwa sosiologi sangat penting dalam menelaah masyarakat Indonesia yang
sedang berkembang maka sosiologi yang salah satunya adalah sosiologi
pendidikan menempati tempat yang penting dalam daftar kuliah di beberapa
perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
2. Pengertian Sosiologi Pendidikan
Sosiologi pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan pendidikan.
Dilihat dari istilah etimologi kedua kata ini tentu berbeda makna, namun
dalam sejarah hidup dan kehidupan serta budaya manusia, keduanya
menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan, terutama dalam sistem
memberdayakan manusia dimana sampai saat ini memanfaatkan pendidikan
sebagai instrumen pemberdayaan tersebut.
a. Sosiologi
Secara etimologis sosiologi berasal dari kata latin “socius” dan kata
Yunani “logos”. “Socius” berarti kawan, sahabat, sekutu, rekan,
masyarakat. “logos” berarti ilmu. Jadi sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang masyarakat. (Chaerudin, dkk, 1995:67)
Dari segi isi, banyak ahli sosiologi mengemukakan berbagai definisi.
Kita ambil sejumlah definisi untuk memberi gambaran tentang sosiologi.
W.F. Ogburn dan M.F. Nimkoff dalam buku mereka “A Handbook of
Sociology”, memberikan definisi sosology is the scientific of social
life; yang maksudnya : sosiologi adalah studi secara ilmiah terhadap
kehidupan sosial. (Ahmadi, 1984:9)
Roucek dan Wafren : Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok. (Soekanto, 1989:16).
Menurut Ibnu Chaldun, sosiologi adalah mempelajari tentang masyarakat
manusia dalam bentuknya yang bermacam-macam, watak dan ciri-ciri dari
pada tiap-tiap bentuk itu dan hukum yang menguasai perkembangan.
Sementara Prof. Groenman mendefinisikan sosiologi sebagai suatu ilmu
yang mempelajari tindakan-tindakan manusia dalam usahanya menyesuaikan
diri dalam suatu ikatan. Penyesuaian ini meliputi:
1. menyesuaikan diri terhadap lingkungan geografi
2. menyesuaikan diri pada sesama manusia
3. penyesuaian diri dengan lingkungan kebudayaan sekelilingnya
(Ahmadi, 1989:9-10).
Dari rumusan diatas kita dapat menarik kesimpulan, yaitu bahwa sosiologi adalah:
1. merupakan hidup bermasyarakat dalam arti yang luas
2. perkembangan masyarakat di dalam segala aspeknya
3. hubungan antar manusia dengan manusia lainya dalam segala aspeknya
b. Pendidikan
Paedegogic berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata “pais”, artinya
anak, dan ”again” diterjemahkan membimbing, jadi paedagogic yaitu
bimbingan yang diberikan kepada anak.
Secara definitif pendidikan (paedagogic) diartikan, sebagai berikut:
1. Jhon Dewey
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental
secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
(Ahmadi dan Uhbiyati, 2001:69)
2. Langeveld
Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam membimbingnya supaya menjadi
dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan di
sengaja antara orang dewasa dengan anak yang belum dewasa (Suwarno,
1992:49)
3. Ki Hajar Dewantara
Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tinginya. (Ahmadi
dan Uhbiyati, 2001:69)
4. Undang-undang Republik Indonesia SISDIKNAS No.20 tahun 2003
Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan uraian diatas, pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan
yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang
dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari
keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan
berlangsung terus-menerus.
c. Sosiologi Pendidikan
R.J. Stalcup mengemukakan bahwa sociology of education merupakan suatu
analisis terhadap proses-proses sosiologis yang berlangsung dalam
lembaga pendidikan. Tekanan dan wilayah telaahnya pada lembaga
pendidikan itu sendiri. (Faisal dan Yasin, tt:39)
Beberapa pengertian sosiologi pendidikan yang lain termuat dalam Nasution (2004: 4):
1. menurut George Payne, yang kerap disebut bapak Sosiologi pendidikan,
secara spesifik memandang sosiologi pendidikan sebagai studi yang
komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segala segi ilmu yang
dterapkan. Baginya, sosiologi pendidikan tidak hanya meliputi segala
sesuatu dalam bidang sosiologi yang dapat dikenakan sosiologis. Adapun
menurutnya adalah memberikan guru-guru, para peneliti yang efektif dalam
sosiologi yang dapat memberikan sumbangannya kepada pemahaman yang
lebih mendalam tentang pendidikan.
2. F.G Robbins dan Brown mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan adalah
ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang
mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasikan
pengalamannya. Sosiologi pendidikan juga mempelajari kelakuan sosial
serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
3. E.B.Reutern: Sosiologi pendidikan mempunyai kewajiban untuk
menganalisa lembaga-lembaga pendidikan dalam hubungannya dengan
perkembangan manusia dan dibatasi oleh pengaruh-pengaruh lembaga-lembaga
pendidikan yang menentukan kepribadian sosial dari tiap-tiap individu.
Jadi pada dasarnya antara individu dengan lembaga-lembaga sosial saling
mempengaruhi (process social interaction).
Tidak ketinggalan, Gunawan (2006:2) mengemukakan definisinya tentang
sosiologi pendidikan, yaitu ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan
masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.
Dari beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan
adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu
struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan ataupun aspek-aspek
lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.
Aktivitas masyarakat dalam pendidikan, merupakan sebuah proses sehingga
pendidikan dapat dijadikan instrumen oleh individu untuk dapat
berinteraksi secara tepat di komunitas dan masyarakatnya. Pada sisi
lain, sosiologi pendidikan memberikan penjelasan yang relevan dengan
kondisi kekinian masyarakat, sehingga setiap individu sebagai anggota
masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan
berbagai fenomena yang muncul dalam masyarakatnya.
Namun demikian, pertumbuhan dan perkembangan masyarakat merupakan bentuk
lain dari pola budaya yang dibentuk oleh suatu masyarakat. Pendidikan
tugasnya tentu saja memberi penjelasan mengapa suatu fenomena terjadi,
apakah fenomena tersebut merupakan suatu yang harus terjadi, dan
bagaimana mengatasi segala implikasi yang bersifat buruk dari
berkembangnya fenomena tersebut sekaligus memelihara implikasi dari
berbagai fenomena yang ada.
3. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
Penelitian dan analisis terhadap sistem pendidikan berdasarkan keduanya
yang sekarang, tentunya sudah bisa dikuatkan antar-antar ruang lingkup
sosiologi pendidikan. Karena minat dan pengalaman, ruang lingkup yang
diajukan ini terbatas pada wilayah analisis seputar sistem pendidikan
formal.
Dalam hubungan ini, Nasution (2004:6-7), mengemukakan ruang lingkup sosiologi pendidikan meliputi pokok-pokok berikut ini:
1. hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyarakat
a. hubungan pendidukan dengan sistem sosial atau struktur sosial
b. hubungan antara sistem pendidikan dengan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan
c. fungsi pendidikan dalam kebudayaan
d. fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial dan kultural atau usaha mempertahankan status quo, dan
e. fungsi sistem pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural dan sebagainya
2. hubugan antar manusia di dalam Sekolah
a. hakikat kebudayaan Sekolah sejauh ada perbeadaanya dengan kebudayaan diluar sekolah dan
b. pola interaksi sosial dan stuktur masyarakat Sekolah, yang antara
lain meliputi berbagai hubungan kekuasaan, stratifikasi sosial dan pola
kepemimpinan informal sebagai terdapat dalam clique serta
kelompok-kelompok murid lainnya
3. pengaruh Sekolah terhadap perilaku dan kepribadian semua pihak disekolah / lembaga pendidikan
a. peranan sosial guru-guru / tenaga pendidikan
b. hakikat kepribadian guru / tenaga pendidikan
c. pengaruh kepribadian guru / tenaga kependidikan terhadap kelakuan anak / peserta didik, dan
d. fungsi Sekolah / lembaga pendidikan dalam sosial murid / peserta didik.
4. hubungan lembaga pendidikan dalam masyarakat
Di sini dianalisis pola-pola interaksi antara sekolah/ lembaga
pendidikan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya dalam masyarakat di
sekitar sekolah / lembaga pendidikan.
Hal yang termasuk dalam wilayah itu antara lain yaitu :
a. Pengaruh masyakarat atas organisasi Sekolah /lembaga pendidikan
b. Analisis proses pendidikan yang terdapat dalam sistematis sosial dalam masyarakat luar sekolah.
c. Hubungan antara Sekolah dan masyarakat pendidikan dan
d. Faktor-faktor demografi dan ekologi dalam masyarakat yang berkaitan
dengan organisasi Sekolah, yang perlu untuk memahami sistem pendidikan
dalam masyarakat serta integrasinya di dalam kehidupan masyarakat.
Ruang lingkup sosiologi pendidikan tersebut pada dasarnta untuk
mempererat dan meningkatkan tujuan pendidikan secara keseluruhan. Karena
itu, sosiologi pendidikan tidak akan keluar dari upaya-upaya agar
pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan tercapai menurut pendidikan itu
sendiri.
B. Sejarah, Pengertian dan Ruang Lingkup Antroplogi Pendidikan
1. Sejarah Antropologi Pendidikan
Sejarah tentang antroplogi pendidikan tidak bisa kita pisahkan dari
perkembangan ilmu antropologi itu sendiri, karena antropologi pendidikan
merupakan bagian dari antroplogi.
Antroplogi sebagai sebuah ilmu mengalami tahapan-tahapan dalam dalam
perkembangannya. Koentjaraningrat (1986:1-5) membaginya ke dalam 4
(empat) tahap.
Tahap pertama, ditandai dengan tulisan tangan bangsa Eropa yang
melakukan penjajahan di benua Afrika, Asia, dan Amerika pada akhir abad
ke-15. Tulisan itu merupakan deskripsi keadaan bangsa-bangsa yang mereka
singgahi. Deskripsi yang dituliskan mencakup adat istiadat, suku,
susunan masyarakat, bahasa, dan ciri-ciri fisik. Deskripsi tersebut
sangat menarik bagi masyarakat Eropa karena berbeda dengan keadaan di
Eropa pada umumnya. Bahan deskripsi itu disebut juga Etnografi (Etnos
berarti bangsa)
Tahap kedua, mereka menginginkan tulisan-tulisan atau deskripsi yang
tersebar itu dikumpulkan jadi satu dan diterbitkan. Isinya disusun
berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat, yaitu masyarakat dan
kebudayaan manusia berevolusi dengan sangat lambat, dari tingkat rendah
sampai tingkat tertinggi. Dari sinilah bangsa-bangsa digolongkan menurut
tingkat evolusinya. Sekitar tahun 1860, terbit karangan yang
mengaklasifikasikan berbagai kebudayaan tingkat evolusinya. Saat itu
lahirlah antropologi.
Dengan demikian pada tahap kedua ini, antroplogi telah bersifat
akademis. Pada tahap ini, antropologi mempelajari masyarakat dan
kebudayaan primitiv untuk memperoleh pengertian mengenai tingkat-tingkat
perkembangan dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran manusia di
dunia.
Tahap ke tiga, antropologi menjadi ilmu yang praktis. Pada tahap ini,
antropologi mempalajari masyarakat jajahan demi kepentingan kolonial.
Hal ini berlangsung sekitar awal abad ke-20. Pada abad ini, antropologi
semakin penting untuk mengukuhkan dominasi bangsa-bangsa Eropa Barat di
daerah jajahannya. Dengan antropologi, bangsa Eropa mempelajari dan tahu
bagaimana menghadapi masyarakat daerah jajahannya. Selain itu,
bangsa–bangsa terjajah pada umumnya belum sekompleks bangsa Eropa Barat.
Oleh karena itu, mempelajari bangsa-bangsa terjajah bagi bangsa Eropa
dapat menambah pengertian mereka tentang masyarakat mereka sendiri
(Bangsa Eropa Barat) yang kompleks.
Tahap ke empat, antropologi berkembang sangat luas, baik dalam akurasi
bahan pengetahuanya maupun ketajaman metode-metode ilmiahnya. Hal ini
berlangsung sekitar pertengahan abad ke-20. Sasaran penelitian
antropologi di masa ini bukan lagi suku bangsa primitiv dan bangsa Eropa
Barat, tapi beralih pada penduduk pedesaan, baik mengenai
keanekaragaman fisik, masyarakat, maupun kebudayaannya termasuk suku
bangsa di daerah pedesaan di Amerika dan Eropa Barat itu sendiri,
peralihan sasaran penelitian itu terutama disebabkan oleh munculnya
ketidaksenangan terhadap penjajahan dan makin berkurangnya masyarakat
yang dianggap primitiv.
Seperti halnya antropologi pada umumnya, antropologi pendidikan berusaha
menyusun genaralisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya
dalam rangka memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman
manusia khususnya dalam dunia pendidikan.
Shomad (2009:1) menyatakan bahwa studi antropologi pendidikan adalah
spesialisasi yang termudah dalam antropologi. Setelah dasawarsa tahun
60-an di Amerika Serikat semakin banyak diperlukan keahlian dalam
antropologi untuk meneliti masalah-masalah pendidikan, maka antropologi
pendidikan kemudian dianggap dapat berdiri sendiri sebagai cabang
spesialisasi antropologi yang resmi.
Di Indonesia, sebagai negara yanag sedang membangun, sangat diperlukan
pengenalan kondisi yang lebih baik dan lebih lengkap agar pembangunan
yang diberlakukan tidak menimbulkan kesenjangan dengan kondisi yang
sejatinya. Antropologi pendidikan sering sejalan dengan perkembangan
tersebut. Dewasa ini antropologi pendidikan sendiri atau bersama-sama
dengan sosiologi pendidikan, menjadi mata kuliah wajib di lembaga
pendidikan tenaga kependidikan.
2. Pengertian Antropologi Pendidikan
a. Antroplogi
Antropologi berasal dari kata Yunani ”antrophos” yang berarti ”manusia”
dan ”logos” yang berarti ”ilmu”. Jadi antropologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang manusia sebagai makhluk masyarakat.
Menurut R. Bedediet (Harsojo,1984:1) perhatian ilmu pengetahuan ini
ditujukan kepada sifat khusus badaniah dan cara produksi tradisi serta
nilai-nilai yang membuat pergaulan hidup yang satu berbeda dari
pergaulan hidup lainnya.
Definisi tentang antropologi juga muncul dalam situs wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/antropologi), yaitu :
• William A. Havilan
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun
generalisai yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk
memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
• David Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang manusia
• Koentjaraningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya
dengan mempelajari aneka warna, bentuk pada fisik masyarakat serta
kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antroplogi
yaitu sebuah ilmu yanag mempelajari manusia dari segi keanekaragaman
fisik serta kebudayaan (cara-cara berperilaku, tradisi-tradisi,
nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan
yang lainnnya berbeda-beda.
b. Pendidikan
Ngalim Purwanto (1995:11) menyatakan bahwa pendidikan ialah segala usaha
orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin
perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.
Esensi dari pendidikan itu sendiri ialah pengalihan (transmisi)
kebudayaan (ilmu pengetahuan, ide-ide dan nilai-nilai spiritual serta
estetika) dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda
setiap masyarakat atau bangsa.
c. Antropologi Pendidikan
Antropologi pendidikan merupakan sebuah kajian sistematik, tidak hanya
mengenai praktek pendidikan dalam perspektif budaya, tetapi juga tentang
asumsi yang dipakai antropologi terhadap pendidikan dan asumsi yang
dicerminkan oleh praktek-praktek pendidikan. (Imran Manan dalam Zamzami,
http://Izamzami.multiply.com/reviews/item/s)3)
Menurut Shomad (2009:1), antropologi pendidikan mengkaji penggunaan
teori-teori dan metode yang digunakan oleh para antropolog serta
pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan kebutuhan manusia atau
masyarakat. Dengan demikian, antropologi pendidikan bukan menghasilkan
ahli-ahli antropologi melainkan menambah wawasan ilmu pengetahuan
tentang pendidikan melalui perspektif antropologi.
Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal.
Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal tersebut dilakukan
semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam masyarakat,
pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan
sebagai satu keseluruhan.
Antropologi pendidikan dihasilkan melalui teori khusus dan percobaan
yang terpisah dengan kajian yang sistematis mengenai praktek pendidikan
dalam perspektif budaya, sehingga antropologi menyimpulkan bahwa sekolah
merupakan sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai dalam
membimbing masyarakat.
3. Ruang Lingkup Antropologi Pendidikan
Ralphlinton dalam Shomad (2009:3) menganggap kebudayaan adalah warisan
sosial. Warisan sosial tersebut mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi
bagi penyesuaian diri dengan masyarakat. Kedua, fungsi bagi penyesuaian
diri dengan lingkungan.
Lebih lanjut, Shomad (2009:3-4), menjelaskan implementasi pendidikan
sebagai penyesuaian diri dengan masyarakat, lingkungan dan kebudayaan
sebagai bentuk ruang lingkup antroplogi pendidikan berlangsung dalam
proses:
a. Proses sosialisasi:
Proses ini dimulai sejak bayi baru lahir. Bayi berinteraksi dengan
orang-orang disekitarnya, hingga terjadi komunikasi timbal balik dan
seterusnya hingga ia tumbuh dan berkembang.
Adapun yang menjadi sorotan dalam proses sosialisasi yaitu:
1. adanya konflik oleh ketidakharmonisan antara keinginan pribadi, anak dengan tuntutan norma dan aturan yang berlaku
2. perbedaan status ekonomi dan letak geografis
b. Proses Enkulturasi
Enkulturasi, artinya pembudayaan. Yang dimaksud adalah proses pembudayaan anak agar menjadi manusia berbudaya.
Dalam proses ini pranata, yaitu sistem norma atau aturan-aturan mengenai
suatu aktivitas masyarakat yang khusus. (Koentjaraningrat,1980:164).
Adapun yang biasa menjadi kajian dalam proses ini, yaitu:
1. Perbedaan jenis kelamin
2. Perbedaan umur
3. Perbedaan/perubahan status (inisiasi)
c. Proses Internalisasi
Proses internalisasi yaitu proses penerimaan dan menjadikan warisan
sosial (pengetahuan budaya) sebagai isi kepribadian yang dinyatakan
dalam perilaku sehari-hari selama hayat masih dikandung badan.
Dalam proses ini kita mendapatkan adanya perbedaan pada masing-masing individu berupa perbedaan kepribadian dan pengalaman.
http://surudin.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar